Jogja, Surganya para pesepeda pancal

bird migration
bird migration

Jalanan di Jogja semakin ramai. Memang karena pendatang memang susah move-on atau memang jogja juga surganya para pendatang. Menyenangkan sih. Semua disini ada, semua disini murah (apa iya?) dan yang terpenting, semua yang disini ramah. Ramah bagi kantong (apa iya?), ramah penduduknya, dan masih ramah juga pelaku pengguna jalan.

Pengguna jalanan jogja sangat beragam. Mulai dari pengguna Truk gedhe, yang bahkan sedang lewat depan saya ketika mengetik ini, hingga dokar yang banyak ditemui di Malioboro. Saya juga pernah bertemu dengan cikar, kendaraan dengan atap genteng, di daerah Bantul. Bahkan, bisa dikatakan Jogja adalah Kota Sepeda.

Oh ya, tulisan ini ga ada juntrungannya, mau bahas apa, atau mau komentar apa. terserah saya yang mau ngetik, hanya mengeluarkan sedikit unek-unek di dalam hati.

Sekitar 6 bulan lalu, saya kembali dari Negeri Sakura. Negeri ini merupakan salah satu negeri yang sempat ‘singgah’ di Indonesia. meninggalkan sedikit bekas luka di hati rakyat Indonesia. Entahlah, apakah juga meninggalkan bekas luka ke salah satu Nenek saya. Yang kuingat, beliau pernah melarang cucunya untuk belajar di Jepang, meskipun pada akhirnya mengijinkannya. Tapi Jepang sekarang menjadi negeri yang ramah, bagi rakyat Indonesia, dimana banyak dari kita yang sangat mencintai budaya Jepang. Sebut saja saya yang juga senang baca One Piece karangan Eichiro Oda.

Ketika di Jepang, Saya dan teman-teman memiliki sebuah sepeda pribadi. Satu orang dewasa satu buah sepeda, Sepeda angin atau saya suka menyebutnya sepeda pancal. Arti dari pancal adalah mengayuh. Jadi sepeda pancal adalah sepeda kayuh. Dan hampir semua orang di Jepang memiliki satu buah sepeda. Bahkan anak kecil juga punya sepeda.

Itu ketika saya berada di kota kecil, bernama Miki. Sebuah kota kecil, dengan kontur yang mendatar, tapi dikelilingi oleh gunung-gunung. Semacam kota Malang lah, karena deket dengan kota Miki, terdapat kota Takamatsu yang berada di pinggir laut.

Karena semua orang banyak yang bersepeda, maka jalan raya dilengkapi dengan jalur sepeda. Jalur sepeda di Jepang merupakan pedestrian yang lebar dan sangat friendly dengan pejalan kaki dan pesepeda. Dibagi menjadi dua bagian tanpa sekat, jalur ini menjadi favorit para pesepeda yang ingin santai atau sekedar menuntun sepedanya.

Bersepeda di Jepang sangatlah nyaman dan aman. Selain tersedia jalur yang memadai, pengguna jalan yang lain sangat menghormati pesepeda. Bahkan, pengguna Mobil rela berhenti untuk memberikan kesempatan pesepeda untuk menyeberang.

Oke skip.. terlalu panjang kalo bahas negara orang.

Bagaimana kondisinya kalo di Jogja?

Oh pertama-tama, silakan menengok ke Kampus terkenal di Jogjakarta. Kampus Biru namanya, dimana gedung rektorat konon dirancang oleh Bung Karno, presiden pertama Republik Indonesia.

Di kampus biru ini, parkir sepeda penuh sesak dengan sepeda kayuh warna biru. Banyak ditemukan sudut-sudut gedung penting di kampus biru tersebut yang parkir sepeda pancalnya penuh sesak. Tengoklah gedung Perpustakaan Pusat yang berada di utara Gedung Wisuda. Parkir sepada pancal penuh sesak, hingga kadang kala saya kesulitan untuk parkir sepeda saya. Padahal saya baru datang jam 9 pagi, tapi parkir sepeda sudah penuh.

Kampus saya tercinta juga begitu pula parkirannya. Parkiran yang letaknya di selatan fakultas kehutanan, penuh akan sepeda pancal. Bahkan di selasar fakultas pun sering dipakai untuk parkir sepeda, saking banyaknya sepeda pancal yang ada di fakultas.

Luar biasa kan jumlah sepeda di kampus biru ini.

Sebagai seorang penikmat sepeda, meskipun hanya mampu beberapa kilometer, tentu merasa bangga jika banyak teman bersepeda. Hampir sama kayak di Jepang, dimana banyak orang berjalan kaki atau naik sepeda. terutama jka beberangan dengan jam berangkat dan pulang sekolah.

Jogja, ketika di jalan raya, saya selalu senang karena semua orang naik sepeda pancal menuju suatu tempat yang mereka inginkan. kami selalu berjalan di lajur kiri agar tidak terserempet oleh kendaraan roda empat yang memang jarang di Jogjakarta. Sesekali beberapa orang terlihat meliuk-liuk berpindah lajur ketika bersepeda agak terburu-buru. Meskipun membahayakan, tapi begitulah prinsip dalam bersepeda di Indonesia, layakanya air yang selalu menempati ruang kosong.

Menyebalkan? bagi saya yang pengendara sepeda sih kadang geli juga. Padahal sepedanya lebih gedhe dari saya, tapi meliuk-liuknya begitu lincah. Kadang saya juga sedikit tertawa sambil berkata ke teman saya, pasti dia kebelet pupup. hahaha…

Saking ramenya pengguna sepeda di Jogja, Pemkot Jogja membuat semacam kotak berwarna Hijau di semua perempatan yang ada isyarat lampu lalu lintas. Ukurannya besar. Seukuran mobil sedan mungkin, dan berada paling depan dekat dengan garis zebra cross yang selalu tergaris putih bersih di semua perempatan. Biasa, untuk mobil roda empat atau sepeda motor yang memang kecepatannya lebih cepat daripada sepeda pancal. Sehingga, agar pengguna mobil lebih nyaman, maka diberikanlah ruang tunggu mobil/sepeda motor di tiap perempatan.

Mungkin karena udah dibikin macet oleh para pesepeda pancal, juga karena mereka jalannya lebih cepat.

Kendaraan lain sebenarnya banyak juga. Hanya saja, sepertinya tidak banyak yang menggunakannya. Selain karena harus beli bensin atau sekarang disarankan pertalite, kendaraan bermotor selalu menyebabkan suara bising dan menambah panas kota Jogjakarta.

Sebenarnya pengguna sepeda motor di Jogja sangat berlimpah. akan sangat sulit sekali menghitung jumlah sepeda yang turun di jalanan. bahkan pengguna sepeda motor di Jogja pun konon mampu memacetkan jalan raya selama beberapa jam. sayang, itu terjadi pun hanya selang beberapa jam, ketika berlangsungnya Jogja Last Friday Raid yang berlangsung di hari Jumat di akhir bulan. Pun dilakukan ketika banyak orang pulang dari tempat kerja atau mahasiswa selesai kuliah. Alhasil, banyak pengguna sepeda pancal senang, karena kalo udah agak malam, Jogja itu dingin. Sehingga dengan adanya Jogja Last Friday Raid, serangan sepeda motor mampu membuat jogja menjadi hangat, baik suasananya, maupun udaranya.

Bisa dikatakan hampir pemunya sepeda motor, baik anak hingga orang tua berkumpul di Stadion Kridosono terlebih dahulu untuk bersepeda motor ria sesuai dengan rute yang telah disampaikan via Facebook. Konon, jumlah pengendara motor yang ikut melebihi jumlah pesepeda ketika Fun Bike khusus sepeda pancal berhadiah rumah diadakan.

Semoga saja, Jogja dengan segala keistimewaannya tetap seperti ini. Jogja tetap menjadi surga bagi Jutaan pengguna Sepeda Pancal yang makan gudeg sebagai sumber bahan bakarnya…

2 thoughts on “Jogja, Surganya para pesepeda pancal”

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top