Malam itu udara cukup hangat di kamar. Kami bertiga sudah hampir tidur malam itu. Si kecil sudah terlebih dahulu pulas, menikmati alam mimpi yang dia sendiri dan Tuhan yang tahu. Yang pasti, kami selalu menengok si Kecil ketika dia tidur. Yap, masih pulas seperti awal dia tidur.
Saya masih memegang laptop, mencoba untuk mengkonfigurasi localhost pada macbook saya. Sebuah cara yang lain daripada biasanya. ‘Lebih Simple’, kata beberapa penulis sana yang memang pandai dalam mengotak-atik kemampuannya pada komputer. Saya sendiri dari dulu suka menggunakan XAMPP semenjak menggunakan windows. Bahkan pada saat make Linux juga malah pake LAMPP. Orang malas, katanya. Kemarin bahkan sempat mau langsung make MAMP yang bisa tinggal diinstal, tinggal, jalan. Tapi kali kemarin saya mencoba sesuatu yang baru. Belajar. Toh ga ada ruginya.
Sementara istri masih juga berkutat dengan handphone dan laptopnya. Me Time, tapi masih membaca artikel yang akan ditulis untuk Panganpedia yang memang menjadi passionnya semenjak dahulu.
“getar hape… getar hape… getar hape..” (anggap saja suara dering hape berbunyi)
saya langsung menuju handphone saya yang tergeletak di meja. Segera menengok dan mengangkat dari meja. Takut si kecil terbangun karena suara getar handphone yang nyaring bunyinya. Maklum, diletakkan di atas meja langsung. Tentu saja meskipun dalam keadaan silent, tapi suara getaran masih terdengar. Oh iya, saya dan istri selalu menyalakan mode senyap pada handphone masing-masing. Kebiasaan saya setelah dari negeri Sakura, tidak ada sekalipun suara dering handphone saya pernah berbunyi, tak jarang dimarahin ibu karena ini, telponnya sering terabaikan.
Nomernya asing. Tidak terdaftar pada handphone saya. Tapi segera saya angkat. Maklumlah, selain tidak ingin si kecil terasa terganggu karena suara getar, takutnya ini adalah teman almarhum bapak saya. Maklum, saya menghidupkan nomer bapak. Rencananya agar silaturahmi dengan teman-teman almarhum Bapak tetap terjalin.
“Haloo, Assalamualaikum,”
Saya memulai dengan memberi salam kepada penelepon saya
“Ini siapa ya?”
Sebuah balasan dari sapaan saya yang terdengar aneh. Si Penelepon malah bertanya ini siapa ke pada saya. Langsung saya curiga dengan si penelepon. Jarang sekali orang menelpon pada tengah malam tanpa mengetahui siapa yang ditelepon, kecuali orang ini.
“Lho, niki sinten? Madhosi sinten pak?”
Saya langsung bertanya balik. Menurut saya ga wajar juga ada orang bertanya nama orang yang ditelp. Saya curiga ini adalah percobaan penipuan. Maka saya pun mencoba untuk mengorek lebih jauh siapa penelepon, sekaligus menghabiskan pulsa penelepon. Jahat? hahaha. Tapi saya masih berusaha lebih sopan. Saya menggunakan bahasa jawa krama, dan memelankan suara saya.
“iya, ini siapa ya? “
Si penelepon masih berusaha bertanya siapa saya.
“Dapat nomer saya dari siapa?”
Saya bertanya darimana dia mendapat nomer saya.
“Saya dapat nomernya dari teman saya”, jawab si penelpon
“Nama temannya siapa?”, Tanya saya kepadanya.
“Itu, temen saya. saya lupa namanya”, Jawab dia dengan agak terbata-bata.
saya jadi semakin merasa ingin ketawa. Kok bisa dia lupa nama temennya. Saya pun mengulang lagi dengan pertanyaan yang sama.
“Iya ini siapa? dapat nomer saya dari siapa?”, tanya saya lagi.
“ini temen saya bilang suruh hubungi nomer ini. Katanya sodaranya. “, jawabnya. Dan saya pun kembali bertanya kepada si penelepon absurd tadi.
“iya nama temennya siapa?”,
“temen saya namanya xxxx”.
“panjenengan sinten?”
“saya Paidi”.
“oh, jadi mau telp saya ada apa? mungkin salah sambung”
padahal rencana saya ingin bertanya lebih lanju. sekalian mau mengorek dan sengaja menghabiskan pulsa penelepon aneh tadi. Tapi sayang saya terlanjur keceplosan.
“oh iya mungkin, salah sambung. ya sudah maaf mas kalo salah sambung”
dan telepon pun ditutup.
Saya merasa sangat aneh saja, ada orang telp malam-malam, dan bertanya tidak tahu siapa yang ditelp. Ini mengingatkan kejadian percobaan penipuan yang hampir dialami oleh bapak mertua saya.
Pada saat itu saya sedang menonton TV di ruang tengah. Kebetulan beberapa penghuni rumah sudah tidur, termasuk Bapak Mertua saya. Kemudian tiba-tiba beliau terbangun, karena ada panggilan telepon ke hp beliau. Bangun dalam keadaan kaget, beliau langsung bertanya ke si penelepon,
“hallo, sopo iki? Rio ta?”
Bapak langsung menyambar dan menyebut sebuah nama yang merupakan salah satu anak beliau yang biasanya pulang larut malam karena kerja.
“ono opo? kowe ndek endi?”
Dan nada yang keluar terdengar panik. Saya pun langsung berdiri dan menghampiri bapak dan berkata lirih sambil mengambil perhatiannya, bahwa nama yang disebutkan tadi sudah ada di kamar.
Bapak mertua tidak serta merta sadar, tapi saya mencoba lagi memberitahu beliau bahwa yang bersangkutan sudah ada di rumah, dan saya bilang agar hati-hati dengan penipuan.
Benar saja, ternyata si penelepon berkata bahwa dia terlibat kecelakaan dan sekarang sedang diurus oleh polisi. si penelepon asing tadi minta agar segera dibantu. Caranya adalah minta ditransfer uang, agar biaya pengurusan, entah mengurus polisi atau apa bisa segera diselesaikan.
Beruntung Bapak ternyata sudah sadar, hanya ingin mengikuti alur yang digelontorkan oleh bakal elaku penipuan. Beliau ingin tahu apa yang terjadi berikutnya jika bisa ngobrol dengan polisi yang mengurus kecelakaan ‘anaknya’ tadi.
Dan benar, tidak hanya satu orang yang terlibat dalam percobaan penipuan tersebut. ada beberapa orang yang berperan sebagai ‘anak’ dan ada yang berperan sebagai ‘Polisi gadungan’. Ketika bapak berbicara dengan ‘polisi gadungan’ tersebut, beliau diminta untuk mentransfer uang agar urusan beres. Karena cukup parah lah, biaya rumah sakit lah, pokoknya langsung beres.
Dan Bapak pun menanggapi dengan santai, lokasinya dimana? saya kesana saja. Begitu terus berulang-ulang, hingga akhirnya si calon pelaku sedikit emosi dan menutup telp percobaan penipuan tersebut.
Jadi saran saya, ketika menghadapi situasi seperti ini, menerima telp di tengah malam, yang harus dilakukan antara lain:
- Tetap tenang. Ketika kita tiba tiba bangun, maka kita akan kaget, dan kurang dapat mencerna informasi dengan baik. Usahakan untuk sadar terlebih dahulu sebelum menerima telp.
- Cek nomer penelepon. Beruntung bagi saya untuk selalu menunggu 2 kali panggilan telp berdering jika nomer asing, bagaimana pun kondisinya. Biasanya nomer asing cenderung tidak saya angkat, karena berpotensi sebagai agen asuransi atau tindak percobaan penipuan.
- Jangan sebut nama. Usahakan tidak menyebut nama diri sendiri, nama saudara, atau nama yang kita kenal. Jika ingin menyebut nama, beri dia nama asing, atau nama yang kita tahu posisinya ada dimana. Misal beri nama orang yang sudah meninggal. Bisa jadi dia mengaku sebagai sodara, tetangga, atau teman dan mulai melakukan penipuan.
- Korek informasi sedalam mungkin. Ini agak ribet. Tapi dari situ kita tahu apa tujuan mereka, meskipun tidak bakal diperoleh. Tapi paling tidak, kita bisa membuat mereka kehabisan pulsa.
Jadi, apakah anda juga ada pengalaman seperit ini?
serem juga yaa